Tuesday, March 28, 2017

GELANG BIRU #1


selamat datang pagi, apa kah begini caramu menyapaku pagi ini? Dengan hujan?” desah sabrina yang pagi ini harus berangkat dengan menggunakan payung sambil berjalan kaki. Menyusuri gang yang jaraknya beberapa ratus meter dari rumahnya. Karena berjalan kaki ke sekolah ia harus berangkat lebih pagi dari teman-teman sekolahnya yang tinggal dekat dengan rumahnya. “senengnya jalan begini kalau aja hujannya gak sederas ini, rintik-rintik mungkin? Suasananya ga akan segalau ini. Harusnya pake sendal jepit ke sekolah. Sekarang kaos kaki jadi basah” gerutunya dalam hati. Angin yang sedikit kencang membuatnya sedikit berusaha mempertahankan posisi payungnya.
Berjalan di tepi gang tidak membuatnya benar-benar aman dari air sekalipun sudah menggunakan payung yang cukup menutupi bakian atas tubuhnya sebagai penghalang air yang jatuh dari langit. Nasib baik tidak datang pagi ini, sabrina terkena siraman genangan air dari mobil hitam. Sepertinya tujuan mobil itu juga sama dengan sabrina. Ke sekolah. “hari gini masih jalan kaki!!” ledek devina dari dalam mobil. Sabrina hanya menatapnya kesal, tak berani membalas. Sekalipun membalas tidak ada gunanya. Sepatu dan kaoskakinya sudah basah. Devina kembali melaju.
“selalu aja begitu, hari ini gw bikin dia bahagia dengan kecepretan air begini” gerutunya sambil berjalan lebih cepat. Sepertinya bel akan berbunyi dalam belasan menit lagi. Sabrina terburu-buru.
Tak beberapa lama berjalan, akhirnya sabrina sampai dikelas. Meletakkan tasnya di atas meja dan segera duduk untuk melepas sepatu dan kaus kakinya yang basah. Ia berjalan tanpa alas kaki ke luar kelas dan memeras kauskakinya. Siswa-siswa yang lain melirik dengan geli dan megatainya “rumah banjir sab?” ucap teamnnya menahan geli melihatnya tak beralas kaki. Ia menjawabnya dengan angguka ringan.
“dan, pagi ini gw juga membuat bahagia banyak orang dengan nyeker begini. Hidup gw jadi hiburan buat orang lain. Bener-bener nyari pahala yang mudah” gumam sabrina sambil kembali memeras kaus kakinya yang basah sekuat-kuatnya.
Bel berbunyi, sabrina masih saja nyeker di kelas. Sepatunya di lepas dan kaus kakinya digantung disambungan kaki meja. Guru yang mengajar sudah biasa melihat sabrina seperti itu dan membiarkannya saja. “besok kalau hujan pake sendal jepit dulu, sampai sekolah baru ganti pakai sepatu. Kalau begini siapa yang mau ngasih pinjem sepatu” ucap pak harun melewati meja sabrina. Ia hanya meng-iya-kan ucapan gurunya sambil memperhatikan kembali contoh soal yang tertera di papan tulis. Devina yang melihat dari tempat duduknya hanya tertawa geli dan mendapatkan ide mengerjainya.
Pelajaran berlalu begitu tenang, tak  ada yang gaduh dan tak ada yang melakukan hal-hal aneh selama pelajaran berlangsung. Hujan deras yang tak kunjung berhenti membuat siswa-siswa malas berulah dan lebih menahan dirinya karena cuaca yang dingin membuat malas bergerak. Bel istirahat berbunyi. Devina buru-buru berlari keluar kelas sedang yang lainnya masih malas-malasan untuk keluar dari kelas. Sabrina mengipas-ngipasi kaus kakinya yang masih di gantung.
“sab-sab!!” teriak devina dari pintu kelas. “di panggil pak harun, gak tau ngapain. Buruan katanya harus cepet. Penting!!!” sabrina yang mendengarnya langsung berdiri dan segera menuju ruang guru. Dengan senyum puas devina melihat sabrina yang berjalan setengah berlari menuju ruang guru. Bodohnya sabrina tidak menyadari ke jahilan devina yang melihatnya terburu-buru tanpa alas kaki.
“jahat lu dav” ucap ina teman sebangku davina, ina pun ikut menikmati kejahilan davina. Ia tersenyum.
Tanpa alas kaki dan telapak kaki yang sudah kotor ia memasuki ruang guru. Mencari pak harun hingga ke sudut-sudut ruangan. Nafasnya yang tersengal-sengal membuat matanya lemah dalam berkonsentrasi. Pak harun yang ada beberapa meter dari hadapannya pun tak nampak. Kebingungan karna semua yang dihadapannya menjadi abstrak. Butuh beberapa menit dan akhirnya ia sadar. “pak harun panggil saya?” tanya nya sambil menunjuk dirinya sendiri.
“gak” jawab pak harun singkat. “nih pake sendal bapak. Dari pada nyeker kemana-mana kayak gitu” pah harun mengeluarkan sendal jepit dari balik mejanya.
Sabrina menerimanya dengan senang hati “makasih pak” ucapnya seraya memberikan senyuman lebarnya. Ia kembali ke kelas dengan kaki yang sudah beralas kaki. “ini namanya musibah membawa berkah. Sekarang jadi pake sendal. karna yang kasih pinjem guru, pasti ga akan di omelin” gumamnya dalam hati.
Saat tiba dikelas dan devina melihat bahwa ia baik-baik saja dan sudah beralas kaki, devina merasa gagal dengan rencananya. Devina terlihat kesal. Sabrina sadar dikerjai oleh devina, namun ia merasa berterima kasih karna jika tidak dikerjai oleh devina, ia tidak akan memakai sendal saat ini. Sebagai wujud terima kasihnya ia tersenyum dan melambai pada devina yang kini kehilangan senyumnya.

No comments:

Post a Comment