“selamat datang pagi, apa kah begini caramu
menyapaku pagi ini? Dengan hujan?” desah sabrina yang pagi ini harus
berangkat dengan menggunakan payung sambil berjalan kaki. Menyusuri gang yang
jaraknya beberapa ratus meter dari rumahnya. Karena berjalan kaki ke sekolah ia
harus berangkat lebih pagi dari teman-teman sekolahnya yang tinggal dekat
dengan rumahnya. “senengnya jalan begini
kalau aja hujannya gak sederas ini, rintik-rintik mungkin? Suasananya ga akan
segalau ini. Harusnya pake sendal jepit ke sekolah. Sekarang kaos kaki jadi
basah” gerutunya dalam hati. Angin yang sedikit kencang membuatnya sedikit
berusaha mempertahankan posisi payungnya.
Berjalan di
tepi gang tidak membuatnya benar-benar aman dari air sekalipun sudah
menggunakan payung yang cukup menutupi bakian atas tubuhnya sebagai penghalang
air yang jatuh dari langit. Nasib baik tidak datang pagi ini, sabrina terkena
siraman genangan air dari mobil hitam. Sepertinya tujuan mobil itu juga sama
dengan sabrina. Ke sekolah. “hari gini masih jalan kaki!!” ledek devina dari
dalam mobil. Sabrina hanya menatapnya kesal, tak berani membalas. Sekalipun
membalas tidak ada gunanya. Sepatu dan kaoskakinya sudah basah. Devina kembali
melaju.
“selalu aja
begitu, hari ini gw bikin dia bahagia dengan kecepretan air begini” gerutunya
sambil berjalan lebih cepat. Sepertinya bel akan berbunyi dalam belasan menit
lagi. Sabrina terburu-buru.
Tak beberapa lama berjalan,
akhirnya sabrina sampai dikelas. Meletakkan tasnya di atas meja dan segera
duduk untuk melepas sepatu dan kaus kakinya yang basah. Ia berjalan tanpa alas
kaki ke luar kelas dan memeras kauskakinya. Siswa-siswa yang lain melirik
dengan geli dan megatainya “rumah banjir sab?” ucap teamnnya menahan geli
melihatnya tak beralas kaki. Ia menjawabnya dengan angguka ringan.
“dan, pagi ini gw juga membuat bahagia banyak orang dengan nyeker
begini. Hidup gw jadi hiburan buat orang lain. Bener-bener nyari pahala yang
mudah” gumam sabrina sambil kembali memeras kaus kakinya yang basah
sekuat-kuatnya.
Bel berbunyi,
sabrina masih saja nyeker di kelas. Sepatunya di lepas dan kaus kakinya
digantung disambungan kaki meja. Guru yang mengajar sudah biasa melihat sabrina
seperti itu dan membiarkannya saja. “besok kalau hujan pake sendal jepit dulu,
sampai sekolah baru ganti pakai sepatu. Kalau begini siapa yang mau ngasih
pinjem sepatu” ucap pak harun melewati meja sabrina. Ia hanya meng-iya-kan
ucapan gurunya sambil memperhatikan kembali contoh soal yang tertera di papan
tulis. Devina yang melihat dari tempat duduknya hanya tertawa geli dan
mendapatkan ide mengerjainya.
Pelajaran
berlalu begitu tenang, tak ada yang
gaduh dan tak ada yang melakukan hal-hal aneh selama pelajaran berlangsung.
Hujan deras yang tak kunjung berhenti membuat siswa-siswa malas berulah dan
lebih menahan dirinya karena cuaca yang dingin membuat malas bergerak. Bel istirahat
berbunyi. Devina buru-buru berlari keluar kelas sedang yang lainnya masih
malas-malasan untuk keluar dari kelas. Sabrina mengipas-ngipasi kaus kakinya
yang masih di gantung.
“sab-sab!!”
teriak devina dari pintu kelas. “di panggil pak harun, gak tau ngapain. Buruan
katanya harus cepet. Penting!!!” sabrina yang mendengarnya langsung berdiri dan
segera menuju ruang guru. Dengan senyum puas devina melihat sabrina yang
berjalan setengah berlari menuju ruang guru. Bodohnya sabrina tidak menyadari
ke jahilan devina yang melihatnya terburu-buru tanpa alas kaki.
“jahat lu dav”
ucap ina teman sebangku davina, ina pun ikut menikmati kejahilan davina. Ia tersenyum.
Tanpa alas
kaki dan telapak kaki yang sudah kotor ia memasuki ruang guru. Mencari pak
harun hingga ke sudut-sudut ruangan. Nafasnya yang tersengal-sengal membuat
matanya lemah dalam berkonsentrasi. Pak harun yang ada beberapa meter dari
hadapannya pun tak nampak. Kebingungan karna semua yang dihadapannya menjadi abstrak.
Butuh beberapa menit dan akhirnya ia sadar. “pak harun panggil saya?” tanya nya
sambil menunjuk dirinya sendiri.
“gak” jawab
pak harun singkat. “nih pake sendal bapak. Dari pada nyeker kemana-mana kayak
gitu” pah harun mengeluarkan sendal jepit dari balik mejanya.
Sabrina menerimanya
dengan senang hati “makasih pak” ucapnya seraya memberikan senyuman lebarnya. Ia
kembali ke kelas dengan kaki yang sudah beralas kaki. “ini namanya musibah membawa berkah. Sekarang jadi pake sendal. karna
yang kasih pinjem guru, pasti ga akan di omelin” gumamnya dalam hati.
Saat tiba
dikelas dan devina melihat bahwa ia baik-baik saja dan sudah beralas kaki,
devina merasa gagal dengan rencananya. Devina terlihat kesal. Sabrina sadar
dikerjai oleh devina, namun ia merasa berterima kasih karna jika tidak dikerjai
oleh devina, ia tidak akan memakai sendal saat ini. Sebagai wujud terima
kasihnya ia tersenyum dan melambai pada devina yang kini kehilangan senyumnya.
No comments:
Post a Comment