Masa SMU
adalah masa puber. Puber yang terlambat. Saat ini puber lebih cepat datang. Di jaman
ini puber datang pada masa sekolah dasar, jika sabrina baru merasakan percikan
percikan asmara pada kelas XI SMU itu sama saja dengan telat puber. Gadis telat
puber ini sedang asik memandangi anak laki-laki yang tubuhnya sedang berkembang
menjadi kekar-kekarnya. Jarang sekali ia berkedip. Satu gerakan pun tak ada
yang luput dari penglihatannya. Guru bahasa indonesia yang sedang mengajar di
depan kelas pun tak semenarik arga yang sedang bermain basket di lapagan
sekolah.
Mata yang
memandang itu seperti tak pernah ada keringnya. Posisi duduk yang tepat di
samping jendela memudahkan untuknya memanda cowok yang ototnya sudah mulai
terbentuk. Jangan tanyakan perasaan guru bahasa indonesia yang sedang
mengajarnya saat itu, sudah pasti kesal. Ingin rasanya guru itu melempar
penghapus papan tulis, sayangnya hal itu tidak mungkin. Melempar penghapus pada
siswa di masukkan kedalam tindak kriminal. Guru itu berjalan keluar kelas dan
memanggil arga. “Arga!!!!!!!!!!”
Arga langsung
menghampiri guru bahasa indonesia yang sedang mengajar di kelas sabrina. “ya
pak”
“bisa ikut
bapak sebentar” tanpa curiga arga mengikuti guru itu menuju ke meja sabrina. Mata
sabrina? Sudah jelas sedang mengikuti arga yang sedang mendekat ke arahnya. Antara
sesak nafas dan kurang oksigen sulit ia bedakan. Pak guru memberikan penanya
pada arga “tanda tangan disini” ke buku tulis sabrina “fans kamu dari tadi
ngeliatin kamu terus. Kali aja abis dapet tanda tangan matanya gak gelindingan
ke lapangan lagi” arga terkejut dan apa lagi sabrina. Wajah sabrina merah bukan
main. Satu kelas menyorakinya dan tertawa berjamaah. Dan, arga tak kuasa
menahan senyumannya.
Arga menandatangani
buku sabrina yang sedang terbuka lebar “ini di suruh pak guru” kemudian arga
memohon pamit pada pak guru. Di tengah riuhnya kelas, sabrina menyembunyikan
wajahnya ke dalam dua telapak tangannya.
“sekali lagi
kamu tidak memperhatikan pelajaran, silahkan kamu keluar kelas” ucap pak guru
tegas.
Pak guru
kembali mengajar di depan kelas, sesekali sabrina melirik tanda tangan arga
yang di bubuhkan pada bukunya. “makasih pak” ucapnya sambil tersenyum
kegirangan. Vemi teman sebangkunya melongo melihat kelakuan temannya yang
sedang kasmaran.
Pelajaran bahasa
indonesia pun selesai, pak guru keluar kelas dan seisi kelas riuh kembali
membahas tentan arga dan sabrina. Sudah semakin jelas dan tak dapat
disembunyikan lagi perasaan suka sabrina pada arga. Sabrina terlihat senang
meskipun sekelas sedang asik bergosip tentangnya dan meledeknya.
Devina meliriknya
dengan tajam. Sekarang sabrina menjadi saingannya. Tak senang dengan kehebohan
kelas, devina menghampirinya dan merampas buku tulis yang sudah di tanda
tangani arga. “kecentilan. Sekolah yang bener, ga usah kegatelan merhatiin
cowok” ucap devina ketus. Sabrina dan vemi berusaha merebut kembali buku itu
sayangnya tak bisa karena devina juga di bantu oleh ini yang tubuhnya lebih
kekar. Secepat kilat devina mencari halaman buku yang di tanda tangani arga
kemudian merobeknya. sabrina melongo. air matanya menggenang, namun ia menahan
air matanya. Tak ada satu patah katapun keluar dari mulutnya. Vemi pun sama,
teman sebangkunya ini terlalu ngeri melihat postur tubuh ini yang kekar.
Devina puas
dengan apa yang dilakukannya. Vemi sibuk menyusap usap bahu sabrina. Ina melipat
tangannya dan tersenyum lebar. “sekolah yang rajin ya nak, di larang kegenitan
waktu belajar” cibir devina sambil berlalu di ekori ina.
Kebahagiaan sabrina
yang hanya sesaat itu tiba-tiba hilang. Keberuntungan memang tidak datang hari
ini.
No comments:
Post a Comment