Wednesday, March 29, 2017

GELANG BIRU #2


Masa SMU adalah masa puber. Puber yang terlambat. Saat ini puber lebih cepat datang. Di jaman ini puber datang pada masa sekolah dasar, jika sabrina baru merasakan percikan percikan asmara pada kelas XI SMU itu sama saja dengan telat puber. Gadis telat puber ini sedang asik memandangi anak laki-laki yang tubuhnya sedang berkembang menjadi kekar-kekarnya. Jarang sekali ia berkedip. Satu gerakan pun tak ada yang luput dari penglihatannya. Guru bahasa indonesia yang sedang mengajar di depan kelas pun tak semenarik arga yang sedang bermain basket di lapagan sekolah.
Mata yang memandang itu seperti tak pernah ada keringnya. Posisi duduk yang tepat di samping jendela memudahkan untuknya memanda cowok yang ototnya sudah mulai terbentuk. Jangan tanyakan perasaan guru bahasa indonesia yang sedang mengajarnya saat itu, sudah pasti kesal. Ingin rasanya guru itu melempar penghapus papan tulis, sayangnya hal itu tidak mungkin. Melempar penghapus pada siswa di masukkan kedalam tindak kriminal. Guru itu berjalan keluar kelas dan memanggil arga. “Arga!!!!!!!!!!”
Arga langsung menghampiri guru bahasa indonesia yang sedang mengajar di kelas sabrina. “ya pak”
“bisa ikut bapak sebentar” tanpa curiga arga mengikuti guru itu menuju ke meja sabrina. Mata sabrina? Sudah jelas sedang mengikuti arga yang sedang mendekat ke arahnya. Antara sesak nafas dan kurang oksigen sulit ia bedakan. Pak guru memberikan penanya pada arga “tanda tangan disini” ke buku tulis sabrina “fans kamu dari tadi ngeliatin kamu terus. Kali aja abis dapet tanda tangan matanya gak gelindingan ke lapangan lagi” arga terkejut dan apa lagi sabrina. Wajah sabrina merah bukan main. Satu kelas menyorakinya dan tertawa berjamaah. Dan, arga tak kuasa menahan senyumannya.
Arga menandatangani buku sabrina yang sedang terbuka lebar “ini di suruh pak guru” kemudian arga memohon pamit pada pak guru. Di tengah riuhnya kelas, sabrina menyembunyikan wajahnya ke dalam dua telapak tangannya.
“sekali lagi kamu tidak memperhatikan pelajaran, silahkan kamu keluar kelas” ucap pak guru tegas.
Pak guru kembali mengajar di depan kelas, sesekali sabrina melirik tanda tangan arga yang di bubuhkan pada bukunya. “makasih pak” ucapnya sambil tersenyum kegirangan. Vemi teman sebangkunya melongo melihat kelakuan temannya yang sedang kasmaran.
Pelajaran bahasa indonesia pun selesai, pak guru keluar kelas dan seisi kelas riuh kembali membahas tentan arga dan sabrina. Sudah semakin jelas dan tak dapat disembunyikan lagi perasaan suka sabrina pada arga. Sabrina terlihat senang meskipun sekelas sedang asik bergosip tentangnya dan meledeknya.
Devina meliriknya dengan tajam. Sekarang sabrina menjadi saingannya. Tak senang dengan kehebohan kelas, devina menghampirinya dan merampas buku tulis yang sudah di tanda tangani arga. “kecentilan. Sekolah yang bener, ga usah kegatelan merhatiin cowok” ucap devina ketus. Sabrina dan vemi berusaha merebut kembali buku itu sayangnya tak bisa karena devina juga di bantu oleh ini yang tubuhnya lebih kekar. Secepat kilat devina mencari halaman buku yang di tanda tangani arga kemudian merobeknya. sabrina melongo. air matanya menggenang, namun ia menahan air matanya. Tak ada satu patah katapun keluar dari mulutnya. Vemi pun sama, teman sebangkunya ini terlalu ngeri melihat postur tubuh ini yang kekar.
Devina puas dengan apa yang dilakukannya. Vemi sibuk menyusap usap bahu sabrina. Ina melipat tangannya dan tersenyum lebar. “sekolah yang rajin ya nak, di larang kegenitan waktu belajar” cibir devina sambil berlalu di ekori ina.

Kebahagiaan sabrina yang hanya sesaat itu tiba-tiba hilang. Keberuntungan memang tidak datang hari ini. 

No comments:

Post a Comment